Ilustrasi digital detox and meditation. Doc, pinterest.com
Di era sekarang, nyaris setiap orang tidak bisa lepas dari ponsel, media sosial, dan beragam perangkat digital lain. Pada tahun ini, rata-rata orang screen time menghabiskan 6 jam 54 menit setiap hari. Hal tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,22% dibandingkan dengan tahun 2024. Kecenderungan untuk terus terhubung dengan dunia maya telah membentuk suatu pola kebiasaan yang mana sudah tidak lagi berkaitan dengan kebutuhan informasi atau komunikasi melainkan sudah menjadi bagian rutinitas harian yang sulit dilepaskan. Notifikasi yang masuk terus-menerus, “scrolling” tanpa henti, dan keinginan untuk selalu update membuat banyak orang terdorong untuk selalu online. Sejalan dengan penelitian Lakuy dan Sopacua (2024) yang menjelaskan bahwa keterikatkan dengan media sosial akan menciptakan ketergantungan yang dapat mengganggu kesimbangan kehidupan pribadi, emosional dan sosial seseorang. Dengan kondisi seperti ini, jelas tidak heran kalau banyak orang merasa jenuh, stres, hingga “burn-out digital”.
Hal ini mendorong munculnya berbagai gerakan untuk menekankan pentingnya jeda digital (puasa media sosial) sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas diri, salah satunya seperti digital detox. Digital detox adalah aktivitas secara sadar membatasi atau menghentikan sementara interaksi dengan perangkat digital seperti smartphone, tablet, laptop, atau komputer dalam media sosial dengan jangka waktu tertentu guna memberi ruang bagi pikiran agar beristirahat serta mengurangi stimulasi berlebihan. Digital detox dapat dilihat sebagai kesempatan untuk menurunkan tingkat stres, meningkatkan fokus dan produktivitas, serta membangun koneksi yang lebih kuat dengan alam sekitar. Penelitian dari Mursaleen (2024) juga menjelaskan bahwa manfaat dari praktik digital detox adalah meningkatnya kesadaran, berkurangnya rasa cemas, serta penghargaan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitar.
Apakah digital detox dapat meningkatkan kesehatan mental? Ada beberapa penelitian yang mendukung bahwa digital detox bisa membantu meningkatkan kesehatan mental seperti penelitian dari Christoph Pieh (2025) bahwa setelah 3 minggu pengurangan waktu layar (≤ 2 jam/hari), seseorang mengalami perbaikan signifikan pada gejala depresi, stres, kualitas tidur, dan kesejahteraan umum. Kajian studi Dinesh Sharma (2025) menjelaskan bahwa penggunaan gadget berlebihan bisa menyebabkan “digital fatigue”, kecemasan, kesulitan fokus, dan bahwa digital detox terbukti bisa mengurangi dampak negatif tersebut. Studi lain juga menunjukkan bahwa generasi muda yang melakukan detox media sosial melaporkan perbaikan kesejahteraan mental dibanding ketika mereka aktif intens di dunia maya. Secara keseluruhan, meskipun tidak semua penelitian menunjukkan efek besar, banyak bukti bahwa pengurangan waktu layar secara signifikan dapat membawa peningkatan terutama dalam aspek stres, mood, tidur, dan kesejahteraan umum.
Selain itu, berbagai kisah nyata dari individu yang mencoba digital detox juga menunjukkan manfaat positif bagi kesejahteraan mental. Berikut beberapa pengalaman pengguna untuk mengambil jeda dari screen time:
1. Alex, seorang software engineer, merasa bahwa konektivitas yang berlangsung terus-menerus membuat hidupnya penuh distraksi dan sulit fokus. Ia kemudian memulai program digital detox selama 7 hari dengan berhenti menggunakan ponsel, media sosial, dan komputer untuk keperluan hiburan. Pada fase awal, Alex mengakui bahwa dirinya sering tergoda untuk mengecek ponsel. Namun seiring waktu, ia mulai menemukan ruang untuk refleksi diri, aktivitas offline, dan ketenangan mental. Setelah detox, ia merasa pikirannya lebih jernih dan manajemen waktunya lebih sehat daripada sebelumnya. (Baca selengkapnya: https://www.eslsuccessframeworks.com/blog/how-to-initiate-a-digital-detox)
2. Jake, seorang developer berusia 30-an yang menerapkan digital detox selama 30 hari. Ia membuat aturan sederhana seperti tidak menggunakan ponsel saat makan dan mematikan perangkat digital sebelum tidur. Setelah satu bulan, Jake merasakan perubahan signifikan, seperti ia menjadi lebih aktif berinteraksi dengan orang-orang terdekat, suasana hatinya membaik, dan kualitas hubungannya meningkat. (Baca selengkapnya: https://www.thehappinesscodex.com/articles/success-stories-digital-detox-mental-wellbeing/)
3. Tushar mengaku pernah sangat kecanduan gadget. Setiap hari ia menghabiskan lebih dari 6 jam menatap layar, ditambah pekerjaan di depan komputer. Kondisi ini membuatnya mengalami stres, kecemasan, dan sulit fokus bahkan “burnout digital” yang mengganggu kesehariannya. Akhirnya ia memutuskan melakukan digital detox secara bertahap. Hasilnya, ia mulai merasakan penurunan beban mental, tidur yang lebih baik, dan energi kembali pulih. (Baca selengkapnya: https://medium.com/%40tnagargoje1/a-real-life-story-how-i-reclaimed-my-time-and-energy-through-a-digital-detox-70e2b96c2c9d)
Lalu, bagaimanakah langkah sederhana untuk menerapkan digital detox? Digital detox bisa dilakukan dengan langkah sederhana sebagai berikut: 1. Menentukan batas waktu penggunaan smartphone; 2. Menonaktifkan notifikasi yang tidak penting; 3. Melakukan digital detox kecil setiap hari; 4. Mengisi waktu luang dengan aktivitas offline seperti olahraga, membaca buku, berkumpul dengan teman/keluarga, ataupun melakukan hobi. Meskipun banyak manfaat yang diberikan, perlu diingat bahwa efek dari digital detox bisa berbeda pada tiap orang tergantung intensitas penggunaan, pola hidup, dan keseimbangan aktivitas sehari-hari. Dalam beberapa kasus pekerjaan atau studi, ponsel tetap diperlukan akan tetapi digital detox bisa diterapkan sesuai kebutuhan pribadi masing-masing.
Reporter: Dwi Susanti
Editor: Faizul Ma'ali
Tags
Artikel
