Mahasiswa FITK UIN Walisongo Nyatakan Sikap Tolak Komersialisasi Pendidikan pada PBAK 2025

Aksi pernyataan sikap mahasiswa baru tentang komersialisasi pendidikan 
(Sumber gambar: Tim dokumentasi PBAK), pada Rabu (13/8/2025)

SEMARANG, lpmedukasi.com – Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo Semarang menyuarakan pernyataan sikap terkait isu komersialisasi pendidikan yang dinilai semakin membebani masyarakat. Aksi ini digelar pada Rabu (13/8/2025) di Landmark UIN Walisongo, bertepatan dengan kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).

Dalam pernyataan sikap tersebut, mahasiswa FITK menegaskan pentingnya pemerataan akses pendidikan di seluruh pelosok negeri, penghentian praktik komersialisasi, serta evaluasi kurikulum yang lebih matang. Mereka juga mendorong peningkatan kesejahteraan guru dan perbaikan infrastruktur pendidikan.

Hirzi, Koordinator Penanggung Jawab Kelompok PBAK FITK, menyebut pernyataan sikap ini bukan sekadar simbolik, melainkan bentuk kepedulian mahasiswa sebagai calon pendidik.

“Betul adanya bahwa pernyataan sikap ini adalah cara kami meluapkan keresahan sebagai mahasiswa dan calon pendidik, sejalan dengan isu-isu komersialisasi pendidikan yang semakin membabi buta. Selain itu, ini juga membangun sikap dan pola pikir kritis pada mahasiswa baru,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Ilham Aditya Ramadhani, Ketua Panitia PBAK FITK 2025. Menurutnya, ada dua alasan utama mengapa FITK konsisten mengangkat isu pendidikan dalam PBAK.

“Pertama, secara momentum, mahasiswa FITK diarahkan menjadi guru dan pembimbing moral di masyarakat. Maka sikap kritis terhadap isu pendidikan paling relevan jika dimulai dari sini. Kedua, kami ingin memberi contoh bahwa keberanian bersikap bisa dimulai dari kelompok kecil, agar menular ke fakultas lain,” jelasnya.

Gilang Dzaky Mubarok, Ketua FAKTA MANIA sekaligus Koordinator Komdis, menambahkan bahwa keberanian mahasiswa FITK untuk bersuara merupakan wujud tanggung jawab moral.

“Kami ingin memberi contoh dulu. Bukan berarti fakultas lain tidak peduli, tapi kami merasa punya tanggung jawab moral untuk memulai langkah ini,” katanya.

Sementara itu, Novan Heromando, Ketua DEMA FITK, menekankan bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pembebasan, bukan penindasan.

“Kebodohan adalah penyakit yang menular, tapi sayangnya vaksinnya mahal dan tidak gratis. Namanya pendidikan,” tegasnya.

Adam Ahmad, salah satu PJ kelompok PBAK, berharap pemerintah lebih serius memprioritaskan sektor pendidikan.

“Harapan kami, semua anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, bisa menikmati pendidikan yang layak tanpa terhalang jarak, biaya, atau status sosial. Gerbang awal Indonesia Emas adalah pendidikan berkualitas,” ujarnya.


Reporter: Faizul Ma'ali
Editor: Zidni Rosyidah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak