Banjir rob yang melanda sejumlah kecamatan di Kabupaten
Demak telah menjadi masalah kronis yang dirasakan langsung oleh masyarakat
setempat.
Selama bertahun-tahun, setiap air laut pasang yang menggenangi wilayah pesisir menimbulkan berbagai kerugian dan kesulitan hidup.
Lewat aksi istigasah yang digelar pada Minggu, (15/6/2025) lalu, sejumlah tokoh Nahdhotul Ulama (NU) berkumpul untuk menyuarakan keluhan dan tuntutan mengenai penanganan masalah banjir rob.
Akar Keluhan Warga
Koordinator aksi yang juga Wakil Ketua Pengurus Cabang (PC) NU Demak, Musta’in, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan akumulasi dari keresahan warga pesisir yang sudah terlalu lama hidup berdampingan dengan rob.
Ia menyebut, empat kecamatan yang terdampak paling parah adalah Sayung, Karangtengah, Bonang, dan Wedung.
“Ini adalah puncak gunung es yang dirasakan masyarakat terdampak rob. Istighotsah ini adalah cara warga NU menyampaikan aspirasi. Kami gelar doa, hadirkan ulama, dan mengundang pemerintah agar melihat langsung penderitaan masyarakat”, ujarnya.
Selain itu, Aziz Karim, pengurus MWC NU Gajah mengungkapkan pemicu utama banjir rob selain faktor pasang laut dan sedimentasi juga bisa berasal dari normalisasi sungai yang belum maksimal.
Ia juga menyebut adanya dugaan kontribusi limbah industri sebagai salah satu faktor penghambat aliran air.
"Untuk penyebabnya mungkin dari normalisasi sungai-sungai yang ada, limbah pabrik juga salah satu faktornya," ungkapnya.
Namun, hal ini dibantah oleh sejumlah warga yang tinggal langsung di daerah terdampak.
“Kayaknya ndak dari limbah pabrik mas, mbak. Yang bikin air enggak bisa keluar ke laut tuh jalan tol, jadi alirannya kayaknya tuh ketutup”, ujar Bu Erna, warga Sriwulan yang disetujui beberapa warga lain.
Dampak Rob terhadap Keberlangsungan Hidup Warga
Banjir rob yang terus-menerus terjadi telah membawa kerugian besar bagi warga. Rumah-rumah terendam, tempat ibadah seperti musala dan masjid tak luput dari genangan.
Tak hanya merendam bangunan saja, melainkan aktivitas warga pun ikut terganggu, baik untuk bekerja, sekolah, maupun aktivitas rumah tangga.
“Sekarang air di rumah saya airnya semata kaki, padahal rumah itu sudah saya tinggikan beberapa kali, mahal loh mbak, mas, ibaratnya uang itu saya pendam di bawah rumah. Tapi loh tetap nyuci saja susah karena airnya rob, tidur juga harus buka tutup tikar buat tidur karena kasurnya kecelup air", ungkap Erna salah satu warga di Kecamatan Sayung yang terdampak banjir rob.
Warga lain, Khoirotun, pengurus Muslimat NU, mengaku sudah hidup dengan rob selama 25 tahun.
"Kami harus meninggikan rumah sendiri-sendiri supaya air nggak masuk, tapi biayanya besar. Kami sudah usulkan ke atas, tapi dianggap enggak ada dasarnya", ujarnya dengan nada kecewa.
Tuntutan yang Lahir dari Genangan
Melalui aksi ini, PCNU dan warga menyuarakan beberapa tuntutan, terutama agar penanganan rob tidak setengah-setengah.
Mereka meminta pemerintah pusat menempatkan persoalan rob sebagai prioritas bencana nasional.
“Kami ingin pemerintah membangun sabuk laut, memperbaiki drainase, dan mengatasi rob secara menyeluruh, bukan tambal sulam”, kata Musta’in.
Terkait peran industri, Aziz Karim menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak, terutama untuk masalah penanganan limbah.
“Kami minta pabrik-pabrik di sekitar sini menjaga pengelolaan limbahnya dan peduli terhadap kondisi warga. Jangan tutup mata”, tuturnya.
Lailatus Sa’adah, warga Wonoagung, mengungkapkan bahwa rob tidak hanya merendam Sayung saja, tetapi sudah menjalar ke wilayah lain hingga Jepara.
“Saya harap ada pembangunan tanggul dari bibir laut Sayung sampai ke Jepara, supaya air laut tidak masuk ke kampung", ucapnya.
Aksi ini menjadi bentuk ekspresi publik yang sah dari warga terdampak rob di Demak, tanpa kericuhan dan tanpa atribut provokatif.
Lewat aksi damai disertai istigasah bersama, massa aksi datang membawa harapan agar pemerintah pusat benar-benar menindaklanjuti persoalan banjir rob yang selama ini terabaikan.
Kini, yang dinantikan bukan lagi janji atau kunjungan pejabat, tetapi pelaksanaan program konkret yang bisa segera dirasakan dampaknya oleh warga sekitar.
Reporter: Shihatud Diniyah
Editor: Fajar Fahrozi