Dok. Google
Surai kecokelatan dengan sedikit poni, terbingkai pas menutupi dahi. Alis tebal dan lengkungan mata setajam elang memadu apik bersama. Hidung mancung terpahat indah. Bibir tebal menambah kesan seksi walau terlihat memucat. Keelokan rupa semakin sempurna oleh rahang tegas khas pria dewasa.
Jemari lentik tersebut terus bergerak, menyusuri tiap inci raga yang tengah terbaring tanpa daya. Dia menyukai debaran aneh kala dua epidermis berbeda saling bersentuhan. Kedua Iris zamrudnya memindai secara saksama postur pria asing yang terbujur di atas batu besar seputih tulang. Dalam pandangan, terpampang leher jenjang yang nampak kokoh. Bahu lebar dan dada bidang yang begitu cocok dijadikan sandaran. Ia mengagumi otot bisep yang nampak menonjol serta kencang. Jangan lupakan kulit yang melengkapi segalanya, begitu menggoda.
"Tampan sekali." Sang pemilik manik hijau berujar penuh puja. Tatapan tak sedikitpun teralih. Seolah terhipnotis oleh sosok rupawan di hadapan.
Dari keseluruhan pria yang pernah ia temui, entah itu dari bangsa raksasa, monster, maupun seluruh penghuni negeri Rowls lain—tempat ia tinggal—tak ada satupun yang memenuhi kriteria sempurna Roxella Hawtorn, makhluk tercantik hutan Rowls.
"Sepertinya kau cocok menjadi pasanganku."
Kini sang peri idaman telah menemukan sosok yang tepat setelah penantian panjang.
"Apa aku tidak salah dengar, Roxella? Kau mau menjadikan manusia itu sebagai suamimu?"
Roxella mengalihkan atensi pada lengkingan suara yang mengganggu kesenangannya. Itu Hena, peri bersayap biru yang tak lain adalah pelayannya.
"Dia sempurna, Hena. Berbeda dengan para raksasa buruk rupa itu."
Bayangan tentang para raksasa dan makhluk buruk rupa negeri Rowls yang mencoba melamarnya membuat Roxella berdecih pelan. "Mereka tak layak bersanding dengan seorang Roxella Hawtorn."
Terkesan sombong. Karena itulah Roxella. Dia penguasa negeri Rowls; sebuah dunia suram berisikan berbagai makhluk menyeramkan. Seluruh penghuni Rowls memujanya. Roxella dapat diibaratkan sebagai berlian indah dalam tumpukan lumpur.
"Tapi dia hanya manusia, Roxella! Dia lemah. Aku bahkan bisa memastikan dia akan mati dalam beberapa jam lagi." Hena memekik tak terima.
Roxella memilih abai pada ketidaksukaan Hena. Lantas, kembali memandang sosok manusia tampan yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Dahinya mengernyit. Ucapan Hena benar. Manusia di hadapannya sangat lemah. Roxella bahkan dapat mendengar detak jantung sang manusia seolah melambat. Tidak bisa dibiarkan!
"Hena, ambilkan buku mantra kunoku," titah Roxella tiba-tiba.
Hena gelagapan. Merasa terkejut. "Untuk apa? Bukankah buku itu sudah lama"
"Jangan membantah!" potong Roxella dengan nada meninggi.
Nyali Hena menciut seketika. Tidak mau menyulut kemarahan sang majikan, ia segera melakukan apa yang diperintahkan.
Sementara itu, dengan kekuatan yang dimiliki, Roxella berusaha masuk ke dalam pikiran sang manusia. Tersenyum tipis saat dahi si tampan tersebut mulai mengkerut; pertanda ia berhasil menembus pikiran sang calon suami.
'Nah, perkenalkan dia Darren Affonder, sepupuku.'
'Halo semua! Aku boleh ikut menjelajah hutan bersama kalian, kan?'
‘Tentu.saja. Siapa yang akan melarang? Haha.’
"Jadi namamu Darren, Sayangku?" Roxella nampak berbinar gembira. "Sangat cocok dengan wajah tampanmu."
‘Darren, tahan rasa penasaranmu! Jangan sampai berpisah dengan rombongan!
‘Tapi aku menemukan sesuatu yang unik disana!’
Dalam terawangannya, Roxella dapat menemukan alasan mengapa si sosok tampan bisa sampai disana. Keingintahuan yang besar saat menjelajahi hutan menimbulkan malapetaka bagi Darren. Pria itu tak sengaja terperosok menuju gerbang dimensi Rowls ketika hendak memotret bunga-bunga unik di pedalaman hutan.
”Aku bersyukur karena rasa penasaran membawamu kesini.” Sang peri cantik kini mengusap pelan puncak kepala Darren.
Perlahan, pendar kehijauan menyelimuti seluruh tubuh Darren. Secara ajaib, raut pucat si pria tampan tampak lebih segar; membuatnya jauh berkali lipat lebih menawan. Menyembuhkan seorang manusia tentu saja sangatlah mudah bagi Roxella.
"Ini buku mantramu, Roxella." Hena datang sembari menyerahkan sebuah buku tebal bersampul ukiran abstrak.
Roxella menerima buku tersebut; tebal dan sangat kuno. Buku tersebut merupakan warisan leluhur sang peri. Berisikan berbagai mantra hebat yang hanya dapat dipelajari oleh seorang penguasa Rowls. Berkat buku tersebut pula, Roxella menjadi makhluk terkuat di negeri Rowls.
Lembar demi lembar mulai terbuka. Berbagai kalimat mantra tertera disana. Roxella terus mencari mantra yang diinginkan.
"Rox, kau menyembuhkan manusia itu?" Hena sepertinya menyadari perubahan pada diri Darren.
"Ya," balas Roxella singkat. Pandangan tetap terpaku pada lembaran-lembaran kuno yang tampak rapuh.
"Apa yang ingin kau perbuat pada manusia itu selanjutnya?" tanya Hena penasaran.
Roxella menyeringai. Gambaran rencana licik telah berputar dalam benak setelah mantra yang ia cari berhasil ditemukan. Ya, dia pasti mendapat apapun yang diinginkan.
"Tentu saja menjadikannya milikku. Aku akan memanipulasi ingatannya, kemudian hanya akan ada aku." Kedua manik bulatnya memindai kata demi kata baris mantra yang telah tertera; mencoba menghapal dalam pikiran.
"Tapi, kita bahkan tidak tahu mengenai asal-usulnya. Bahkan para raksasa pasti akan murka jika kau lebih memilih manusia lemah dibandingkan mereka." Lagi dan lagi Hena mengutarakan ketidaksetujuannya.
Roxella mendengus sebal. "Apa peduliku, huh? Tak ada yang bisa menentangku!" ucapnya angkuh.
Helaan napas meluncur dari bibir Hena. Merasa kesal sebab pendapatnya tak didengar Roxella. Ia tahu kalau sang penguasa Rowls sangatlah keras kepala. "Lalu bagaimana jika manusia-manusia lain datang kemari untuk mencari pemuda itu?"
"Rowls bukanlah dunia sembarangan. Tidak semudah itu untuk masuk kesini."
"Pikirkan juga efek mantra yang ingin kau gunakan, Rox. Bagaimana jika gagal dan kau malah membunuh manusia itu?"
Roxella terdiam sejenak, namun sepersekian detik malah mendengus tak acuh. Tekadnya sudah bulat. Yang terpenting, dia memiliki calon suami tampan. Sebagai penguasa Rowls, tentu mantra-mantra kuno tersebut pasti mampu dia kuasai dengan sempurna, kan?
Roxella mendekatkan wajah pada telinga Darren, lantas membisikkan mantra yang sudah dipelajari barusan. Begitu pelan disertai penghayatan. Beberapa detik kemudian, raga Darren mengejang. Cahaya merah berpendar kuat. Menyilaukan.
"Apa yang terjadi?" Hena terlihat panik.
"Hanya efek mantra," jawab Roxella tenang.
"Kau serius menyukai manusia ini ternyata."
"Seorang Roxella Hawtorn tak pernah main-main."
Pendar kemerahan kini sirna begitu saja. Menjadikan Roxella tersenyum senang. Sebentar lagi. Si manusia tampan hanya akan mengingat Roxella. Mutlak.
Kelopak mata Darren mulai bergerak; perlahan terbuka. Sepasang hazel indah menampakkan atensi. Kemudian mengedar ke sekeliling, dan memusatkan fokus pada sosok sang peri.
Perasaan sumringah membuncah dalam diri Roxella atas reaksi Darren saat ini. Dengan penuh keyakinan, dia berpikir jika mantranya telah seratus persen berhasil. Oh, jelas sekali. Seorang Roxella Hawtorn mustahil mengalami kegagalan.
Disisi lain, ekspresi Darren awalnya tampak seperti orang linglung. Tak berlangsung lama, sudut bibir tebalnya kini tertarik ke atas; melengkungkan simpul manis yang teramat menawan.
"Sayang." Darren berhambur mendekap Hena begitu saja.
Adegan tersebut membuat kedua netra hijau Roxella membelalak seketika. Selama beberapa saat, keterkejutan luar biasa menghantam pemikiran. Apa-apaan? Mengapa mantranya justru berefek pada Hena? Harusnya dia yang ada dipelukan si manusia tampan!
“Tidak!” raungan ketidakpercayaan Roxella menggema di seluruh wilayah Rowls.
Abaikan Hena yang tampak begitu syok dengan apa yang dialaminya.
Penulis : Erika Layliyah (Kru Magang 21)
Tags
Cerpen