“Hidup adalah soal
keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa
menawar. Terimalah dan hadapilah” -Soe Hok Gie
Sepenggal kalimat dari
Soe Hok Gie perihal kehidupan yang memang butuh keberanian untuk menjalaninya.
Bagaimana tidak, setiap hal yang kita lakukan atau saat kita memilih untuk
tidak melakukan apapun memiliki konsekuensinya masing-masing. Semakin baik
hasil yang kita terima, seringkali bergantung pada seberapa usaha yang kita
lakukan.
Sejarah mencatat,
orang-orang besar lahir dari perjuangan yang besar. Perjuangan yang tidak semua
orang berani atau mau melakukannya, bahkan hanya segelintir orang saja yang
bersedia. Hal yang dipertaruhkan dalam perjuangan itu tidak tanggung-tanggung,
tak jarang nyawa menjadi taruhannya. Sebutlah tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Marsinah,
Munir, Salim, Widji dan nama-nama lain yang mungkin pernah sekilas kita dengar
atau tidak sedikit dari kita yang mendalaminya. Dengan lantang Tan Malaka
berkata bahwa suaranya akan jauh lebih terdengar dari dalam kubur, Wdiji juga
mengatakan “Untuk apa punya ilmu, bila mulut bungkam melulu”, melihat berbagai
ketimpangan yang terjadi di sekitar.
Prolog dari tulisan ini
mungkin cukup melebar, padahal pembahasan dalam tulisan ini lebih mengarah
kepada hal-hal berbau tips bangun dari tidur panjang atau berlari menebus
jauhnya ketertinggalan. Seringkali kita dengan santuy-nya menjalani hidup sehingga tertinggal dari orang-orang
sekitar kita yang menempatkan santuy
pada tempatnya.
Bagi sebagian orang
yang hidupnya tercukupi mungkin bisa dengan mudahnya bicara tentang impian dan
cita-cita, namun bagi sebagian yang menjalani hidup sebaliknya tidak sempat
berfikir tentang itu, jangankan berfikir cita-cita, untuk makan besok saja
belum tentu bisa. Sayangnya kebanyakan dari kita yang berkesempatan mewujudkan
cita-cita justru terlena dengan segala hal yang ada di era tekhnologi ini.
Jangankan memikirkan orang lain yang hidup dalam kesusahan, diri sendiri saja
belum selesai karena terlalu santuy
dan meremehkan nikmat (berupa kesempatan) yang diberikan.
Meski begitu, lagi-lagi
hidup adalah keberanian. Bagi sebagian orang yang hidup dalam keadaan terjepit
juga bisa melaju melesat dan melampaui batas-batas yang ada, tentunya dengan
keberanian untuk mencoba hal baru, dan terus mencoba saat kegagalan menerpa.
Siapapun bisa menjadi apapun, begitulah kira-kira kalimat motivasi yang cocok.
Sudah terduga bahwa
tulisan ini akan semakin melenceng kedepannya, karena di dalam pikiran penulis
masih terjadi perdebatan ngalor-ngidul perihal
bagaimana caranya menyelesaikan tulisan ini.
Kembali pada
pembahasan, bahwasannya sebagian besar dari kita sangat rajin jalan di tempat.
Khususnya kaum muda yang saat ini terlena dengan tekhnologi yang menawarkan
berbagai kesenangan dari game online hingga
sosial media yang tak jarang membuat kita cukup jauh dengan realita, meski dengan
internet kita bisa menjelajahi banyak hal di seluruh pelosok dunia hingga dunia
lain.
Berjalan di tempat atau
bisa disebut dengan stagnan adalah sebuah kondisi di mana kita tidak maju-maju,
buktinya saat kita sedang latihan baris-berbaris dan mendengar intruksi “Jalan
di Tempaaat….. Grak!”, atau secara bahasa ilmiah bisa dimaknai sebagai
suatu kondisi di mana kita tidak mengalami kemajuan dalam hidup sehingga sangat
jauh dari kata ‘sukses’. Ukuran kesuksesan seringkali dimaknai secara materi,
padahal barangkali saat kita terlalu mengejar materi tidak akan puas dan di
bawa mati.
Bagi kita yang setiap
hari bangun, makan, bekerja/sekolah, buang air, makan lagi, bermain, mandi lalu
tidur, tapi merasa belum ada kemajuan yang terasa, atau mungkin bagi kita yang
merasa terlalu banyak nyantuy sehingga
sangat rajin berjalan di tempat, mungkin bisa mencoba beberapa tips ini:
Mengenal
dan Menjadi Diri Sendiri
Hal terpenting dan
pertama kali yang harus kita lakukan adalah mengenal diri kita agar bisa
menjadi diri sendiri. Bagaimana mungkin kita menjadi diri sendiri, bila kenal
saja belum. Barangkali kaum muda di negeri ini terlalu lama dikendarai orang
lain lewat sistem pendidikan yang menjauhkan mereka dari “mengenal diri
sendiri”. Bayangkan, dengan banyaknya mata pelajaran hingga mata kuliah
menjadikan banyak tugas-tugas formal yang menghabiskan banyak waktu untuk
mengerjakannya, sehingga hampir tidak ada waktu untuk meng-explore diri lebih dalam.
Kita diarahkan untuk
mengikuti indikator yang telah ditentukan, padahal bilsa diibaratkan ada
sekelompok binatang yang berbeda jenis, lalu ujiannya hanya memanjat, maka
jelas hanya monyet yang paling bisa melakukannya, sedangkan ikan akan
kebingunan. Cobalah sekali bertanya kepada teman-teman di sekitar yang sudah
mengenyam pendidikan (formal) selama belasan tahun, “Apa cita-citamu? Dan
bagaimana cara serta jalanmu untuk mewujudkannya?”. Tanyailah mereka dan amati
seberapa banyak yang bisa menjawab dengan baik dan tidak ragu-ragu.
Jangan tanyakan apa
yang sistem pendidikan berikan padamu, tapi tanyakanlah “itu sistem pendidikan
atau bukan?”. Di dunia pendidikan tinggi banyak yang tidak mengedepankan
prinsip transparansi terutama dalam hal dana. Pendidikan seolah-olah seperti
perusahaan yang orientasnya uang, dan deretan formalitas yang penuh dengan
kekosongan.
Cobalah untuk mengenal
diri sendiri dengan cara kita sendiri, menyatu dengan alam, berpetualang, atau
apapun yang bisa membuat kita bisa lebih menyelami diri sendiri. Setelah itu,
barulah menjadi diri sendiri. Jati diri tidak harus dicari, bisa juga dibentuk.
Berani
Mencoba Hal Baru
Cara kedua adalah
berani mencoba hal baru, karena tanpa mencoba hal baru hidup kita akan terus
berjalan di tempat. Mencoba hal baru juga bisa dilakukan bersamaan dengan
pencarian atau pembentukan jati diri. Seiring berjalannya waktu akan banyak hal
yang bisa kita lakukan beriringan dengan bertambahnya kawan serta tempat yang
kita kunjungi. Setidaknya saat kita mencoba hal baru kita akan bertemu
orang-orang baru, dan dari orang-orang itu kita bia belajar tentang hal lain
yang sebelumnya belum pernah kita pelajari. Seperti kata pepatah yang
dipopulerkan oleh kaum Punk, bahwa kenyataan adalah ilmu, semua orang itu guru,
alam raya sekolahku.
Tentukan
Tujuan
Ketika dua hal di atas
sudah dilakukan, mulailah menentukan tujuan. Tujuan di sini bisa bermakna
sebagai cita-cita atau hal yang ingin kita capai di masa depan. Tentukan target
jangka pendek, menengah hingga panjang. Jangan ragu untuk membuat impian karena
kita hari ini adalah mimpi kita yang kemarin, dan kita di masa depan adalah
mimpi kita yang sekarang.
Cari
Jalan
Untuk mencapai tujuan
yang telah kita tetapkan, dibutuhkan dua hal, yakni tau cara dan jalan. Misal
kita ingin menjadi seorang penulis buku, maka kita harus tau bagaimana caranya
menulis buku dan bagaimana jalan untuk bisa menerbitkan hingga memasarkan buku
kita. Meski dunia hari ini, kunci sukses adalah orang dalam, tapi tidak menutup
kemungkinan yang tidak punya orang dalam juga bisa menggapai kesuksesan.
Cari jalan kita sendiri
dengan cara kita sendiri, atau cari cara kita sendiri dengan jalan kita
sendiri, dan jangan lupa tentukan indikator kesuksesan kita sendiri.
Bertahan
Bagian terakhir yang
cukup sulit adalah konsisten pada jalan yang telah kita tentukan hingga
mencapai tujuan yang ditetapkan. Tak bisa dipungkiri orang-orang yang memegang
teguh idealismepun lama kelamaan akan tergerus dengan realitas. Sebut aja
beberapa orang yang pada masanya menyuarakan kebenaran dengan lantang, kini
terdiam saat masuk sistem kekuasaan. Bertahanlah di jalan kita hingga sampai
pada tujuan, dan yang terakhir jangan lupa meminta pada Tuhan.
Kiranya, begitulah tips
beranjak dari jalan di tempat ala F02. Semoga tidaklah bosan kita membaca
tulisan panjang ini, jikalau bosan sudilah kiranya untuk laporan, jangan
langsung menghilang.