Perihal Pendidik dan Era Society

 


Berakhirnya era revolusi industri 4.0 dan tergantikan oleh era society 5.0 dapat mengubah dari komponen kecerdasan buatan menjadi fokus terhadap komponen manusianya. Masuknya era society ke Indonesia merubah dampak yang sangat besar. Dalam era revolusi industri, manusia bersaing dengan teknologi canggih dalam melakukan pekerjaan. Bahkan selama pandemi ini berlangsung, China menggunakan robot perawat di rumah sakit untuk memperkecil rantai penularan Covid-19. Pabrik-pabrik besar juga menggunakan teknologi mesin yang berguna untuk meminimasilir kesalahan prosedur kerja. Sebagian masyarakat menilai bahwa era ini sangat tidak manusiawi. Akhirnya, lapangan pekerjaan yang tersedia semakin sempit karena dikalahkan oleh teknologi canggih.

Dilansir dari laman ditpsd.kemdikbud.go.id, era super smart society (society 5.0) sendiri diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2019, yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0, yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu (VUCA). Dikhawatirkan invansi tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang dipertahankan selama ini.

Lahirnya era society 5.0 ini diharapkan menciptakan terobosan baru dan menyelesaikan konflik sosial dengan menggunakan teknologi-teknologi canggih tersebut. Era ini menyinergikan antara manusia dengan teknologi agar dapat berdampingan untuk mewujudkan kesejahteraan. Manusia diharapkan dapat memperkuat produktivitas dan efektivitas dengan adanya teknologi canggih.

Membahas tentang era society 5.0, dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya gadget. Namun gadget dapat menimbulkan efek negatif bagi seseorang. Terlebih lagi dengan remaja yang ada di indonesia ini. Fasilitas internet yang membawa efek praktis sangat disukai manusia. Dengan menekan tombol saja manusia mudah mendapatkan apa yang ia mau. Hal ini yang membuat manusia sulit untuk bergerak atau memaknai kata perjuangan dalam mendapatkan sesuatu. Dilansir dari kompas.com, tercatat bahwa penggunaan gadget masyarakat Indonesia untuk internet mencapai 98,3 persen (usia 16-64 tahun).

Dalam sektor pendidikan, teknologi canggih memegang peran penting bagi pendidik untuk memudahkan prosesnya pembelajaran. Pembuatan Power Point yang menarik, video edukasi bagi siswa, dan masih banyak lagi media yang dapat membantu pendidik dalam melakukan pekerjaannya. Namun sangat disayangkan, di zaman sekarang ini banyak pendidik yang masih gagap dengan teknologi. Dilansir dari merdeka.com, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkapkan 60 persen pendidik di Tanah Air belum menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Anehnya lagi, masih ditemukan pendidik-pendidik yang harusnya sudah pensiun dan tidak layak untuk mengajar di dalam kelas. Secara tidak langsung, pendidikan akan bergeser ke tepi jurang jika pendidik-pendidik yang ada tidak dirombak kembali oleh menteri pendidikan.

Penggunaan metode pembelajaran pun juga mempengaruhi besar kecilnya keberhasilan pendidik dalam mendidik siswa. Luasnya teknologi mampu menjawab pengaruh keberhasilan pendidik dalam mendidik siswa. Namun, satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian pendidik masih bersikap apatis terhadap teknologi yang ada. Mereka menggunakan cara mengajar hanya untuk kenyamanan mereka sendiri. Tanpa memperhatikan siswa yang ada, pendidik masih menggunakan metode ceramah sampai waktu jam pelajaran habis. Penggunaan metode kuno ini sangat tidak cocok bagi pendidik dan siswa zaman sekarang.

Di luar sekolah, siswa juga harus mengembangkan dirinya melalui pengembangan informal. Pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas diri berdasarkan keinginannya sendiri. Namun butuh motivasi yang sangat besar untuk menggali potensi diri sendiri. dengan ini pendidik diperlukan sebagai Agen Of Innovation bagi siswanya dalam membantu menggali potensi diri.  

Dengan adanya era society ini, pendidik diharapkan mampu mengimbangi jembatan etika dan pengetahuan agar dapat tersalurkan ke dalam bias kehidupan siswa. Siswa sebagai Age Of Change juga diharapkan mampu menggunakan teknologi dengan sebaik-baiknya. Walapun sama-sama memberikan efek positif dan negatif yang besar, selagi kita bisa mengontrolnya pasti akan berjalan dengan baik-baik saja. Bahkan dapat dikatakan efek negatif yang ada di teknologi bisa menjadi efek positif bagi manusia apabila digunakan sebagai pembelajaran agar bisa menyempurnakan teknologi yang ada.   


Penulis: Agus (Bukan Mulyadi)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak