Pembajakan Buku Membunuh Dunia Penulis

Ilustrasi pembajakan buku oleh: Agustin

Lantas Bagaimana Islam Menyikapi Hal ini?

Saat ini, dunia literasi sedang tidak baik-baik saja. Pembajakan buku di Indonesia telah menjadi industri yang produknya mendominasi pasar lokal. Praktik ilegal ini berpotensi membunuh kreativitas para pejuang tulisan (penulis) dan merugikan banyak pihak, mulai dari penulis, editor, desainer, illustrator, penerjemah, penyalur, percetakan, penerbit, hingga toko buku. 

Buku bajakan umumnya menyajikan daya tarik berupa harga yang lebih murah dibandingkan harga pasar. Meskipun kualitas sampul, cetakan, dan kertas buku bajakan berbeda, buku illegal ini tetap diminati. 

Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), Arsy Hilman Nugraha mengatakan bahwa penerbit buku tanah air telah berupaya menyesuaikan diri dengan digitalisasi. Lebih dari setengah anggota Ikapi (dari jumlah anggota sekitar 2.000 penerbit) telah memproduksi buku digital. 

Pembajakan buku bukan hanya sadis dalam etik dan moral, tetapi juga bertentangan dengan hukum islam. Dalam tindakan pembajakan, terdapat pihak yang dirugikan dan terzalimi, yaitu si pemilik hak cipta barang tersebut. Al-quran dengan tegas mengatakan setiap orang dilarang berbuat zalim atau terzalimi (la tadhlimun wa la tudhlamun). Para pembajak adalah pihak yang terzalimi.

Al-quran juga memerintahan kita agar tidak memakan harta orang lain secara batil. 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka (kerelaan) diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkanmu ke dalam neraka”

Dalam Kitab Mafatilul Ghaib [Juz V, halaman 72], Fakhr al Razi, mengomentari ayat tersebut, dengan mengatakan bahwa pengertian “makan” tidak hanya melulu merujuk pada makna yang lazim dan hakiki, melainkan juga pada maknanya yang ghair lazim, majazi, atau kiasan. Dalam definisi ini, maka pembajakan jelas masuk dalam kategori “memakan” harta orang lain dengan cara yang batil. Pembajakan adalah tindakan batil yang benderang. Di dalam pembajakan, tidak akan dijumpai kerelaan dari si pemilik hak cipta. Nabi Muhammad SAW, bersabda yang artinya: “Tidak halal harta milik seorang muslim, kecuali dengan kerelaan hatinya”.

Membeli buku atau apa saja yang merupakan hasil bajakan perlu dihindari. Hal ini karena perbuatan tersebut dapat merugikan orang-orang yang mempunyai hak cipta barang tersebut dan dalam waktu yang sama menguntungkan para pembajak yang menzalimi mereka. Bukan hanya itu, para penikmat buku bajakan juga termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ikut menzalimi. Jika kita mendapatkan ilmu atau pengetahuan dari buku bajakan tersebutpun tidak akan mendapat keberkahan karena tidak mendapat ridho dari si pemilik karya. Penikmat ini ibarat seseorang yang menyapu lantai dengan sapu yang kotor. 

Syariat islam mengakui adanya hak atas kekayaan intelektual, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk karya tulis, karya seni atau yang lainnya, maka sudah sepantasnya kita menghargai dan menghormati harta kekayaan saudara kita. Menyakiti (menzalimi) tidak melulu tentang fisik, tetapi juga tentang sikap dan tindakan kita.

Praktik pembajakan di negeri ini hanya bisa berhenti jika kita tidak ikut menyuburkan dengan membeli barang-barang bajakan. Belilah barang yang tidak “bersampul” bajakan, berniagalah dengan barang-barang yang sah.


Penulis: Marwan Aldi Pratama (Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)

Editor: Agustin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak