Luka dan Imaji yang Hidup di Mata Kecil Ava – Sebuah Resensi Novel Di Tanah Lada

 Sumber: gramedia.com

Identitas Novel

Judul Buku: Di Tanah Lada
Pengarang: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie 
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Pertama kali diterbitkan tahun 2015

Jumlah Halaman: 245 halaman (versi cetakan pertama)

Sinopsis 

"Di Tanah Lada" mengisahkan perjalanan hidup Salva—atau yang akrab disapa Ava—seorang bocah berusia enam tahun yang terjebak dalam kompleksitas kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Setelah kepergian kakek Kia, Ava beserta kedua orangtuanya pindah ke Rusun Nero, tempat di mana takdir mempertemukannya dengan P, bocah laki-laki berusia sepuluh tahun yang memiliki latar belakang serupa.

Kehidupan Ava diwarnai oleh sosok ayah yang keras dan ibu yang lalai dalam menjalankan perannya. Di tengah ketidakstabilan keluarga, Ava menemukan penghiburan melalui kamus pemberian mendiang kakek Kia yang menjadikannya mahir berbahasa Indonesia di usia dini. Persahabatan dengan P membawa mereka pada petualangan yang berujung di Tanah Lada, kampung nenek Isna, dalam perjalanan yang mengubah perspektif kedua anak ini tentang kehidupan.

Analisis

Novel ini berhasil memukau pembaca melalui sudut pandang orang pertama dari tokoh Ava yang masih berusia enam tahun. Sebagai penulis, sosok Zezsyazeoviennazabrizkie dengan cerdik memanfaatkan perspektif kanak-kanak untuk menyajikan realitas pahit kehidupan dengan cara yang tidak menggurui namun tetap mendalam. Gaya bertutur yang polos namun tajam mampu menghadirkan emosi yang autentik, membuat pembaca seakan merasakan langsung pergolakan batin seorang anak yang dipaksa menghadapi kompleksitas dunia orang dewasa.

Penggunaan bahasa Indonesia yang kaya dalam cerita ini menjadi daya tarik tersendiri. Melalui karakter Ava yang gemar bermain dengan kamus, penulis secara tidak langsung mengajak pembaca untuk mengapresiasi kekayaan bahasa Indonesia sambil menyampaikan pesan tentang pentingnya literasi.

Tokoh-tokoh dalam novel ini digambarkan dengan nuansa abu-abu yang realistis. Ayah Ava yang "menakutkan bak monster" tidak sepenuhnya jahat, melainkan merupakan produk dari lingkungan dan keadaan. Demikian pula dengan ibu Ava yang meski baik hati, namun kerap abai terhadap tanggung jawabnya sebagai orangtua karena terjebak dalam ketakutan pada suaminya sendiri.

Karakter P hadir sebagai cermin dari Ava—dua anak yang sama-sama menjadi korban dari disfungsi keluarga, namun menemukan kekuatan dalam persahabatan mereka.

Keunggulan dan Kelemahan

Novel ini memiliki sejumlah keunggulan yang patut diapresiasi. Perspektif unik melalui sudut pandang anak-anak memberikan kesegaran tersendiri dalam mengeksplorasi tema berat seperti kekerasan dalam rumah tangga, memungkinkan pembaca melihat realitas pahit melalui mata yang polos namun tajam. Kekayaan bahasa yang ditampilkan melalui penggunaan kosakata yang variatif dan presisi tidak hanya memperkaya narasi, tetapi juga menambah nilai edukatif bagi pembaca. Isu yang diangkat memiliki pesan universal yang sangat relevan dengan kondisi sosial masyarakat, menjadikan karya ini tidak sekadar hiburan melainkan refleksi mendalam tentang realitas yang kerap terjadi di sekitar kita. Yang tak kalah mengesankan adalah kemampuan penulis dalam menciptakan keseimbangan emosi, dengan cerdik menyisipkan momen-momen ringan di tengah cerita yang berat sehingga pembaca tidak tenggelam dalam kesedihan berkepanjangan.

Meskipun demikian, novel ini tidak luput dari beberapa kelemahan teknis yang mengganggu alur cerita. Pengungkapan identitas sebenarnya orangtua P terasa tergesa-gesa dan dipaksakan, seolah-olah penulis terburu-buru untuk memberikan plot twist tanpa mempersiapkan fondasi yang cukup kuat, sehingga kejutan tersebut justru terasa tidak natural dan mengurangi kredibilitas cerita. Penggambaran kecerdasan Ava dalam berbahasa, meski menarik sebagai konsep, terkadang terasa berlebihan dan kurang realistis untuk anak seusianya, membuat pembaca sesekali kehilangan sense of believability terhadap karakter utama.

Kesimpulan

Novel ini tidak sekadar menyajikan kisah dua anak yang malang, melainkan menghadirkan refleksi mendalam tentang dampak kekerasan domestik terhadap psikologi anak. Melalui mata Ava dan P, pembaca diajak memahami bagaimana trauma masa kecil dapat membentuk karakter seseorang di kemudian hari.

"Di Tanah Lada" merupakan karya yang berhasil mengemas isu berat dalam balutan narasi yang accessible tanpa kehilangan substansi. Meskipun memiliki beberapa kelemahan teknis, novel ini tetap layak diapresiasi sebagai karya yang berani mengangkat realitas sosial melalui kacamata yang jarang digunakan dalam sastra Indonesia.

Dengan gaya bahasa yang sederhana namun bermakna, novel ini cocok dibaca oleh berbagai kalangan usia dan berhasil meninggalkan kesan mendalam bagi pembacanya.

Rating: ★★★★☆ (4.5/5)

Novel ini direkomendasikan bagi pembaca yang menyukai fiksi realistis dengan muatan sosial yang kuat dan narasi yang mengharukan.


Peresensi: Zidni Rosyidah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak