Identitas
Novel
Judul Buku: Di Tanah Lada
Pengarang: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Pertama kali diterbitkan tahun 2015
Sinopsis
"Di Tanah Lada" mengisahkan perjalanan hidup
Salva—atau yang akrab disapa Ava—seorang bocah berusia enam tahun yang terjebak
dalam kompleksitas kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Setelah kepergian
kakek Kia, Ava beserta kedua orangtuanya pindah ke Rusun Nero, tempat di mana
takdir mempertemukannya dengan P, bocah laki-laki berusia sepuluh tahun yang
memiliki latar belakang serupa.
Kehidupan Ava diwarnai oleh sosok ayah yang keras dan
ibu yang lalai dalam menjalankan perannya. Di tengah ketidakstabilan keluarga,
Ava menemukan penghiburan melalui kamus pemberian mendiang kakek Kia yang
menjadikannya mahir berbahasa Indonesia di usia dini. Persahabatan dengan P
membawa mereka pada petualangan yang berujung di Tanah Lada, kampung nenek
Isna, dalam perjalanan yang mengubah perspektif kedua anak ini tentang
kehidupan.
Analisis
Novel ini berhasil memukau pembaca melalui sudut
pandang orang pertama dari tokoh Ava yang masih berusia enam tahun. Sebagai
penulis, sosok Zezsyazeoviennazabrizkie dengan cerdik memanfaatkan perspektif
kanak-kanak untuk menyajikan realitas pahit kehidupan dengan cara yang tidak
menggurui namun tetap mendalam. Gaya bertutur yang polos namun tajam mampu
menghadirkan emosi yang autentik, membuat pembaca seakan merasakan langsung
pergolakan batin seorang anak yang dipaksa menghadapi kompleksitas dunia orang
dewasa.
Penggunaan bahasa Indonesia yang kaya dalam cerita ini
menjadi daya tarik tersendiri. Melalui karakter Ava yang gemar bermain dengan
kamus, penulis secara tidak langsung mengajak pembaca untuk mengapresiasi
kekayaan bahasa Indonesia sambil menyampaikan pesan tentang pentingnya
literasi.
Tokoh-tokoh dalam novel ini digambarkan dengan nuansa
abu-abu yang realistis. Ayah Ava yang "menakutkan bak monster" tidak
sepenuhnya jahat, melainkan merupakan produk dari lingkungan dan keadaan.
Demikian pula dengan ibu Ava yang meski baik hati, namun kerap abai terhadap
tanggung jawabnya sebagai orangtua karena terjebak dalam ketakutan pada suaminya sendiri.
Karakter P hadir sebagai cermin dari Ava—dua anak yang
sama-sama menjadi korban dari disfungsi keluarga, namun menemukan kekuatan
dalam persahabatan mereka.
Keunggulan dan
Kelemahan
Novel ini memiliki sejumlah keunggulan yang patut
diapresiasi. Perspektif unik melalui sudut pandang anak-anak memberikan
kesegaran tersendiri dalam mengeksplorasi tema berat seperti kekerasan dalam
rumah tangga, memungkinkan pembaca melihat realitas pahit melalui mata yang
polos namun tajam. Kekayaan bahasa yang ditampilkan melalui penggunaan kosakata
yang variatif dan presisi tidak hanya memperkaya narasi, tetapi juga menambah
nilai edukatif bagi pembaca. Isu yang diangkat memiliki pesan universal yang
sangat relevan dengan kondisi sosial masyarakat, menjadikan karya ini tidak
sekadar hiburan melainkan refleksi mendalam tentang realitas yang kerap terjadi
di sekitar kita. Yang tak kalah mengesankan adalah kemampuan penulis dalam
menciptakan keseimbangan emosi, dengan cerdik menyisipkan momen-momen ringan di
tengah cerita yang berat sehingga pembaca tidak tenggelam dalam kesedihan
berkepanjangan.
Meskipun demikian, novel ini tidak luput dari beberapa
kelemahan teknis yang mengganggu alur cerita. Pengungkapan identitas sebenarnya
orangtua P terasa tergesa-gesa dan dipaksakan, seolah-olah penulis terburu-buru
untuk memberikan plot twist tanpa mempersiapkan fondasi yang cukup kuat,
sehingga kejutan tersebut justru terasa tidak natural dan mengurangi kredibilitas
cerita. Penggambaran kecerdasan Ava dalam berbahasa, meski menarik sebagai
konsep, terkadang terasa berlebihan dan kurang realistis untuk anak seusianya,
membuat pembaca sesekali kehilangan sense of believability terhadap karakter
utama.
Kesimpulan
Novel ini tidak sekadar menyajikan kisah dua anak yang
malang, melainkan menghadirkan refleksi mendalam tentang dampak kekerasan
domestik terhadap psikologi anak. Melalui mata Ava dan P, pembaca diajak
memahami bagaimana trauma masa kecil dapat membentuk karakter seseorang di
kemudian hari.
"Di Tanah Lada" merupakan karya yang
berhasil mengemas isu berat dalam balutan narasi yang accessible tanpa
kehilangan substansi. Meskipun memiliki beberapa kelemahan teknis, novel ini
tetap layak diapresiasi sebagai karya yang berani mengangkat realitas sosial
melalui kacamata yang jarang digunakan dalam sastra Indonesia.
Dengan gaya bahasa yang sederhana namun bermakna, novel ini cocok dibaca oleh berbagai kalangan usia dan berhasil meninggalkan kesan mendalam bagi pembacanya.
Rating: ★★★★☆ (4.5/5)
Novel ini
direkomendasikan bagi pembaca yang menyukai fiksi realistis dengan muatan
sosial yang kuat dan narasi yang mengharukan.
Peresensi: Zidni Rosyidah