Doc. Edukasi |
Semarang,EdukasiOnline-- Asumsi yang berkembang dalam masyarakat
mengenai ilmu laduni selama ini adalah mereka mempercayai bahwa ilmu laduni ada
pada diri seseorang yang berdarah biru dan dimiliki tanpa melalui proses.
Komunitas pondok pesantren dan Islam santri, ilmu laduni cukup populer dan
menjadi fenomena sosial di bidang pengetahuan Islam. Kehadirannya tidak saja
membuat mereka terpesona, mereka meyakini dengan memiliki ilmu laduni seolah
mereka menjadi figur yang serba bisa.
Untuk meluruskan kembali asumsi tersebut,
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (BEM FITK)
mengadakan diskusi publik terkait bedah tesis “Konsep Pendidikan Islam Menurut
Al-Ghozali”. Diskusi ini diisi oleh Dr.
Agus Sutiyono, M.Ag, M.Pd di Taman Revolusi Kampus II UIN Walisongo Semarang.
Ilmu Perlu Proses
Dalam kitab Ta'lim Muta’allim
dijelaskan bahwa dalam menuntut ilmu dibutuhkan kesabaran dan juga waktu yang
panjang. John Dewey pun memiliki teori bahwa pendidikan adalah sebuah proses
tanpa akhir, "Education is a process without end". “Salah satu
hadist nabi menyatakan bahwa mencari
ilmu dimulai dari ayunan sampai liang lahat, uthlubu al ilma minal maghdi
ila al lahdi. Maka sebagai calon pendidik kita perlu waktu yang panjang
untuk memaksimalkan ilmu kita.”, tutur Agus pada hari Kamis, (19/04).
Dosen tersebut juga mengingatkan kepada
mahasiswa FITK bahwa sebagai calon pendidik, nantinya tanggung jawab pendidik
bukan hanya melakukan “transfer of knowledge”, tetapi juga “transfer
of value”, yaitu memberikan nilai-nilai karakter kepada peserta didiknya.
“Pendidik harus paham bagaimana metode yang tepat untuk menyampaikannya.”, tegas dosen itu.
Konsep-konsep
pendidikan tersebut ternyata dalam realitanya tidak diterapkan hingga
memunculkan istilah ilmu laduni (ilmu yang tanpa proses). Orang meyakini bahwa
ilmu laduni adalah ilmu yang didapatkan tanpa harus melalui proses panjang di
atas. “Kita harus meluruskan hal tersebut. Dalam kacamata Imam Al-Ghazali, ilmu
ialah sebuah penggambaran
tentang jiwa. Sehingga orang
akan melakukan perbuatan baik secara reflek ,dikarenakan
ilmu tersebut sudah mendarah daging”, katanya.
Proses
Mencapai Ilmu Laduni
Agus
Sutiyono juga menegaskan bahwa dalam perspektif Al-Ghozali, terbukanya
jalan menuju kebahagiaan akhirat itu dengan melakukan mujahadah dan
muraqabah. Muraqabah berarti mendekatkan diri dan yakin bahwa allah
itu mengawasi kita. Maka, kita harus menjalankan segala perintah dan menjauhi
segala larangan-Nya, sebab kita percaya bahwa Allah itu selalu mengawasi kita. mujahadah
dan muraqabah menghantarkan kepada musyahadah (menyaksikan
gerak gerik hati) sehingga mendatangkan ilmu-ilmu hati yang pelik-pelik dan
tinggi. Inilah sesungguhnya kunci pintu ilham dan mata air yang memancarkan kasyaf
(terbukanya ilmu pengetahuan).
Ilmu laduni itu bukan haknya orang yang berdarah biru saja, tetapi semua orang asalkan mampu melewati proses-proses seperti tazkiyatun nafs (menyucikan jiwa), belajar (menuntut ilmu), dan mau berusaha sungguh-sungguh. “Tentu saja dalam melalui proses tersebut tidak mudah, tidak semua orang mampu melaluinya.”, tutur Agus. Ilmu laduni dapat dipahami sebagai ilmu yang dapat diterima dengan mudah dan nyaman. Ada pancaran hikmah yang terselip dalam diri mereka, apabila tiga hal tersebut sudah dilalui. (Edu/On_Nia)
Tags
Berita