doc. Internet |
Keputusan DEMA Universitas (DEMA-U) UIN Walisongo
mewajibkan mahasiswa baru untuk mengikuti dua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas patut
dipertanyakan kembali. Meskipun pada dasarnya hal tersebut merupakan strategi
untuk kembali menghidupkan gairah berorganisasi mahasiwa baru. Seperti yang
diungkapkan petinggi DEMA dalam Kabarfrekuesi.com. Dalam berita tersebut
dengan jelas dikatakan bahwa tujuan diberlakukannya kebijakan itu adalah untuk nguri-nguri
UKM yang ada.
Namun, niat baik
petinggi DEMA-U perlu dipertanyakan ulang. Niat baik tersebut sebenarnya untuk
siapa? Secara prinsipil ini telah
melanggar kebebasan individu, yakni kemerdekaan seseorang. Mahasiswa sebagai
individu utuh harus diposisikan sebagai manusia merdeka yang bebas memilih apa
yang diinginkannya.
Apalagi dengan
adanya kebijakan ini dan mahasiswa baru yang notabene masih takut berpendapat sehingga memunculkan berbagai
dampak. Tak jarang mahasiswa baru serampangan dalam memilih UKM. Bagi mahasiswa
baru yang terpenting adalah menggugurkan kewajiban yang diintruksikan oleh
DEMA-U. Padahal UKM dihadirkan untuk mengembangkan softskill yang
dimiliki oleh mahasiswa. Sehingga lebih mengedepankan bakat dan minat dari
mahasiswa sendiri. Bukan memilih karena terpaksa dan dipaksa.
Terlebih dengan
diberlakukannya keputusan tersebut, mahasiswa baru, mau tidak mau harus
menyediakan uang guna membayar biaya pendaftaran yang diterapkan oleh
masing-masing UKM. Meskipun beberapa UKM ada yang menggratiskan pendaftaran dan
ada juga yang tidak mewajibkan membayar secara langsung saat itu juga. Tapi
tetap saja, mahasiswa baru nantinya harus menyediakan uang untuk biaya ketika
sudah masuk di UKM tersebut.
Semisal di
kalkulasikan saja, satu UKM mewajibkan membayar 10.000, dengan adanya kebijakan
ini, maka mahasiswa baru yang ketakutan, akan mengikuti UKM tersebut dan
membayarnya. Taruhlah minimal 100 mahasiswa baru yang mendaftar, kemudian
dikalikan dengan biaya pendaftaran 10.000. Satu hari saja, UKM akan mendapatkan
uang 1 juta. Tentu bukan nominal yang sedikit, padahal ada sekitar kurang lebih
3.800 mahasiswa baru.
Pun dengan adanya
keputusan ini, secara tidak langsung mematikan kaderisasi UKM yang berada di Fakultas. Karena pada dasarnya mahasiswa baru, ketika ada intruksi dari DEMA untuk
mengikuti dua UKM U pasti beranggapan bahwa UKM U adalah UKM yang wajib
diikuti. Sehingga mahasiswa baru berbondong-bondong mendaftarkan diri di UKM U
tanpa melihat adanya UKM Fakultas.
Keputusan DEMA-U
ini harus ditarik kembali, karena sangat UKM U sentris. Keputusan ini merupakan
keputusan yang sangat tidak adil dalam kehidupan keorganisasian mahasiswa. Dan
dapat mengancam perkembangan UKM di Fakultas.
Redaksi
Tags
Editorial