Dongeng Guru Kita; Kartini



                 April, bulan ini nampak seperti bulannya para wanita Indonesia. Pada satu hari spesial di bulan ini para wanita di seluruh lapisan masyarakat akan sibuk khususnya wanita Jawa. Mereka akan berpakaian ala wanita Jawa tempo doeloe alias mengenakan kebaya. Tak hanya itu, berbagai lomba pun dilaksanakan, dari lomba memasak, fashion show dan masih banyak lagi. Hari itu tepatnya jatuh pada 21 April, dimana sejarah mengatakan bahwa Raden Ajeng Kartini di lahirkan di atas bumi Jepara, Indonesia.

                Uforia 21 April sebagai hari bersejarah juga ramai dijumpai di dunia maya, ribuan orang menuliskan satu, dua kata dengan bubuhan hastag ibu Kartini atau Kartini Day. Namun hal semacam itu, nampaknya belum bisa memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat mengenai figur perempuan revolusioner yang telah memperjuangkan nasib anak cucunya itu.

                Maka dari itu, alternatif untuk mengenalkan sosok Kartini sedikit lebih jauh kepada masyarakat bisa dengan menonton film “ Surat Cinta Untuk Kartini”. Melalui media ini seluruh masyarakat bisa menikmati dan memahaminya, dari usia anak-anak, remaja, dewasa bahkan hingga orang tua dapat direkomendasikan untuk menonton film semacam ini. Selain sifatnya yang menghibur, tidak jarang film tersebut sarat akan nilai-nilai positif.

***

                Dalam skenario yang ditulis oleh Vera Varidia ini, Chiko Jerico memeroleh peran sebagai Sarwadi. Petugas kantor pos wilayah setempat yang setiap harinya bertugas mengantar surat, tanpa ia (Sarwadi) sadari ternyata salah satu surat yang akan diantarnya ialah surat untuk R.A. Kartini, dalam drama ini diperankan oleh Rania Putri Sari. Kali pertama Sarwadi menatap R.A. Kartini pandangannya tak ingin berpaling, ia kagum melihat sifat Kartini yang merakyat meski dari kaum bangsawan. Sepulang dari kediaman ayah Kartini yang juga menjabat sebagai Bupati Jepara, yakni Raden Mas Ario Sosroningrat (Donny Damara) ingatan Sarwadi tidak bisa lepas dari bayangan Kartini. Lalu ia pun berbagi cerita kepada Mujur (Ence Bagus) sahabat karib sekaligus pak dhe bagi putri semata wayang Sarwadi, Ningrum (Christabelle Grace Marbun).

                Sarwadi rutin mengantarkan surat untuk Nil, panggilan sayang ayahnya kepada R.A Kartini. Semakin hari Sarwadi semakin mengenal dan mengagumi R.A. Kartini. Begitu pula setiap harinya ia masih berbagi kisah tentang wanita pujaannya kepada Mujur. Akan tetapi tanggapan Mujur tidak terlalu menyenangkan terhadap sosok Kartini, karena Mujur dan masyarakat setempat menilai R.A. Kartini sebagai wanita yang aneh, pasalnya R.A Kartini sebagai keturunan ningrat berani melawan adat yang telah dipegang kokoh oleh masyarakat Jawa pada saat itu.

                Sarwadi tidak puas dengan keterangan tersebut, akhirnya dia memutuskan untuk mencari informasi kepada abdi wanita R.A Kartini. Hingga akhirnya terdengar kabar di telinga Sarwadi bahwa R.A Kartini akan mendirikan sekolah bagi Bumi Poetra. Sarwadi berupaya menemui R.A Kartini di sebuah pasar, dan mencuri kesempatan untuk dapat bercengkrama dengan gadis anggun nan sederhana itu. Sarwadi mengutarakan niatnya untuk menitipkan Ningrum kepada R.A Kartini supaya anak yang sudah tidak memiliki ibu itu bisa tumbuh menjadi gadis yang pandai.

                R.A Kartini menyambut niat Sarwadi dengan sumringah, kendati ia masih memiliki kendala untuk mewujudkan mimpinya itu yakni belum ada tempat untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Semangat Kartini untuk mencerdaskan kehidupan bangsa mulai tampak, seperti gayung bersambut Sarwadi yang sejak awal menaruh hati pada Raden ayu Kartini ini dengan senang hati menyiapkan tempat belajar ala kadarnya di bantaran sungai, di bawah pohon besar yang rindang. Hanya tersedia satu ayunan yang di gantungkan di batang pohon yang biasanya digunakan Kartini untuk duduk ketika memberi pelajaran atau sekadar duduk santai sambil menunggu murid-muridnya datang. Film fiksi yang berlatarkan sejarah ini mengajarkan kepada masyarakat bahwa belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.

                Ningrum adalah murid pertama Kartini sekaligus satu-satunya murid yang datang pada hari pertama mulai dibuka tempat belajar bagi Bumi Poetra. Ningrum tidak berhasil mengajak teman-teman sebayanya karena mereka tidak diijinkan oleh orang tuanya. Pandangan orang tua pada saat itu, perempuan sekolah dan menjadi pandai tidak ada gunanya sama sekali yang terpenting adalah mengabdi dengan totalitas kepada suami. Kecuali Sarwadi yang sedang dimabuk cinta, pemahamannya tercerahkan oleh kata-kata yang keluar dari mulut wanita dambaannya tersebut, bahwasanya wanita itu harus pandai, karena kelak ia yang kan mendidik anak-anaknya.

                Singkat cerita, sekolah Kartini semakin maju, ia memiliki murid yang cukup banyak, hingga akhirnya sang ayah memberikan tempat yang layak untuk belajar di salah satu sudut kediaman bupati Jepara itu. Selain bergerak di bidang pendidikan, dalam film yang disutradarai oleh Azar Kinoi Lubis itu, Kartini juga diperankan sebagai sosok yang memiliki perhatian cukup besar terhadap sektor perekonomian masyarakat Jepara, khususnya di bidang ukir. R.A Kartini selalu memotivasi masyarakat untuk menghasilkan ukiran terbaik agar karyanya dapat diekspor ke luar negeri. Tak heran jika sampai saat ini kota Jepara masih istiqomah dengan julukan Kota Ukir.

Perjodohan

                Pada saat keliling desa,  Raden Mas Ario Sosroningrat ditemani oleh Nil. Ayahnya adalah orang terdekat Nil, ia memahami betul karakter anaknya. Bupati Jepara itu selalu mendukung gagasan-gagasan Kartini. Namun ketika R.A Kartini mengelak perjodohan dirinya dengan bupati Rembang yang telah memiliki tiga orang istri itu, ayahnya tetap kekeh pada keputusan yang telah diambilnya. sebagai anak perempuan, Nil tidak bisa berbuat banyak kecuali pasrah.

                Pernikahan tetap berlangsung meskipun ada hati tukang pos yang tersakiti. Konsep 
pernikahan sederhana dipilih atas permintaan Kartini. Sebelum menikah ia meminta beberapa persyaratn yakni tidak ada upacara pembasuhan kaki seorang suami. Salah satu upaya Kartini mengangkat derajat seorang wanita. Kedua,Ngasirah (Ayu Dyah Pasha) ibu kandung Kartini yang selama ini tidak mau dipanggil ibu oleh Kartini demi kebaikan puterinya itu, karena statusnya hanya sebagai selir dan berasal dari keturunan orang pribumi biasa dimintakan kamar yang lebih layak kepada ayahnya. Ketiga, ketika sudah tinggal bersama di Rembang, suaminya tidak berhak melarang upaya yang dilakukan Kartini untuk mewujudkan cita-citanya. Jadi, meskipun nampak Kartini menyerah kepada takdir, tetapi tidak sepenuhnya ia pasrah akan nasib yang telah menimpanya. Karena dalam kepasrahannya ia masih terus berusaha.

***

                “Selesai sudah cerita tentang Raden Ajeng Kartini”, ungkap Rangga dengan mimik muka penuh ekspresi di hadapan siswa-siswinya. Anak didiknya terlihat puas dan penuh antusias dengan dongeng berbalut sejarah yang telah disampaikan gurunya. Semua metode pembelajaran itu baik asalkan guru jeli menempatkan pada situasi dan kondisi yang tepat.


Dari cucumu,
yang selalu ingin meneladani jejakmu
Ulfatul Qoyyimah, Pimpinan Umum LPM Edukasi periode 2016

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak