SEMARANG, lpmedukasi.com – Masa Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2025 di UIN Walisongo Semarang menghadirkan terobosan inspiratif dengan menerbitkan 36 buku artikel opini karya mahasiswa baru hasil kolaborasi dengan penerbit Digdaya Book Semarang.
Tidak hanya menyambut mahasiswa baru secara seremonial, tahun ini UIN Walisongo mengukir sejarah baru dalam dunia literasi kampus dengan memberikan platform publikasi bagi para mahasiswa baru untuk menyuarakan pemikiran mereka.
Muhammad Iqbal, ketua panitia PBAK, mengungkapkan bahwa proyek penerbitan 36 buku ini merupakan bentuk implementasi slogan pemikiran dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Walisongo untuk membentuk budaya literasi sejak dini.
"Kegiatan ini sangat mendukung di era krisis literasi, terlebih visi dan misi UIN Walisongo sendiri sebagai kampus riset terdepan berbasis peradaban," ungkapnya.
Direktur Digdaya Book Semarang, Muhamad Syafiq, mengapresiasi semangat literasi mahasiswa baru yang berhasil menghasilkan 36 karya dalam waktu singkat.
"Saya cukup mengapresiasi inisiatif dari kawan-kawan DEMA. Meskipun prosesnya terbilang mendadak hanya dalam waktu satu minggu, mulai dari penulisan, penyuntingan, tata letak, desain sampul, hingga finalisasi 36 buku hasilnya tetap layak diapresiasi," ungkapnya.
Salah satu mahasiswa yang karyanya turut dibukukan, Hana Wilda Tazkiya dari Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI), mengungkapkan rasa bangga dan antusiasmenya.
"Saya tidak menyangka artikel opini sederhana yang saya tulis bisa diterbitkan menjadi buku," ungkapnya.
Di sisi lain, Missyel dari Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) menambahkan bahwa penugasan ini sangat penting bagi mahasiswa agar terus mengasah keterampilan menulis.
"Penugasan ini sangat penting supaya mahasiswa terus mengasah keterampilan menulis agar mampu berpikir kritis dan kemampuan komunikasi tetap terasah dengan baik," ujarnya.
Inisiatif penerbitan 36 buku karya mahasiswa baru ini menunjukkan komitmen serius UIN Walisongo dalam membangun tradisi literasi yang kuat sejak awal perkuliahan, sekaligus memberikan bukti nyata bahwa kampus ini tidak hanya fokus pada aspek seremonial, tetapi juga pengembangan intelektual mahasiswa.