Potret Patriarki di Jazirah Arab



Dok. Internet


“Seorang pelacur yang sukses lebih baik dari seorang suci yang sesat karena semua perempuan korban penipuan dan ketidakadilan”


Saat itu saya merasa bosan dengan kuliah dan tugas yang menumpuk, hingga perpustakaan menjadi tempat pelampiasan. Awalnya saya hanya sekedar mencari buku tanpa niat untuk meminjam. Sampai saya ke rak bagian novel dan menemukan salah satu buku kecil yang menyedot perhatian saya. Warna merah yang kental bagai darah dan ilustrasi perempuan yang sedang memeluk lutut membuat saya penasaran apa isi novel tersebut, dan akhirnya saya meminjam walapaun terkena denda sekian ribu.

Novel itu berjudul Perempuan Di Titik Nol, ditulis oleh seorang dokter bernama Nawal El Sadawi paska mengunjungi seorang tahanan perempuan di Mesir. Novel ini bercerita tentang bagaimana peliknya kehidupan perempuan di Mesir yang masih kental dengan sistem patriarki. Perempuan di sana tak ubahnya perempuan di Indonesia. Mereka hidup di dalam aturan yang ketat dan dibawah bayang-bayang laki-laki. Perempuan menjadi target kekerasan baik secara fisik maupun psikis oleh kaum laki-laki.

Potret itulah yang digambarkan melalui Firdaus, tokoh utama dalam novel ini. Sejak kecil Firdaus hidup dalam tekanan dan sudah mendapatkan pelecehan seksual dari teman dan pamannya. Bahkan ketika sudah menikah Firdaus acap kali dipukuli oleh suaminya sendiri.
Selain itu Nawal juga memaparkan tentang masalah kaum perempuan, yakni berupa pendidikan. Perempuan dalam novel ini hanya boleh mengenyam pendidikan setingkat SMA. Karena tokoh utama Firdaus, tidak diizinkan oleh pamannya melanjutkan sekolah lantaran biaya sekolah yang cukup tinggi.

Lalu kisah pun berlanjut. Paman serta bibinya menikahkan ia dengan seorang pria tua. Pria tua itu memang kaya raya, namun pelit dan memiliki penyakit bisul bernanah di wajahnya. Karena tidak tahan dengan perlakuan suaminya yang keras dan sering memukul, Firdaus akhirnya kabur dari rumah.

Di tengah perjalanan, ia bertemu Bayoumi, seorang laki-laki  yang awalnya baik hati ternyata memperkenalkannya pada profesi pelacur. Ia  merasa dijajah oleh banyak laki-laki karena Bayoumi selalu mengajak teman-temannya. Ia tidak tahan dan kabur meninggalkan rumah Bayoumi. Di perjalanan, ia bertemu seorang perempuan yang ternyata seorang germo, berkat perempuan itulah ia mengetahui bahwa dirinya memiliki harga tinggi.

Sampai pada suatu hari, ia dipaksa oleh seorang germo laki-laki  untuk menikahinya. Firdaus tidak mau. Dan timbullah  percekcokan antara mereka, hingga laki-laki itu mengambil pisau dari kantongnya.Tapi dengan cepat Firdaus dapat menangkis dan menancapkannya ke leher, dada dan perut si germo. Lalu Firdaus kabur. Polisi menangkap dan memutuskan hukuman gantung. Sebenarnya Firdaus bisa bebas dengan meminta pengampunan ke presiden namun Firdaus menolak tawaran tersebut.

Kebebasan

Setiap manusia adalah pelacur demi memenuhi hasrat masing-masing. Begitulah jalan pikiran Firdaus seorang sosok perempuan yang terlahir dari ketidakadilan budaya saat itu, di mana laki-laki berkuasa di atas perempuan. Novel ini juga menyajikan pergolakan batin dan perasaan. Bagaimana bisa seorang perempuan diperlakukan semena-mena oleh kaum laki-laki meskipun itu saudara maupun suami sendiri.

Dalam novel ini, kita disajikan potret patriarki yang begitu kejam dan mengekang. Tapi begitulah adanya, budaya patriarki menurut Soe Tjen Marching selalu menuntut kepasrahan dari kaum wanita. Firdauslah sketsa dari cerita itu. Namun Nawal seolah tak pernah mengiklaskan akan padangan itu. Nawal melalui tokoh Firdausnya ingin berbicara lebih lantang terkait kedudukan wanita. Bukankah semua manusia berhak bebas dan memilih pendidikan dan jalan hidupnya masing-masing, tak terkecuali kaum perempuan. Sebab itulah kenapa Seorang pelacur yang sukses lebih baik dari seorang suci, karena ia mempunyai kebebasan dan menjadi penguasa untuk dirinya sendiri. 


Judul Buku                  : Perempuan di Titik Nol
Penulis                         : Nawal el – Saadawi
Tahun terbit                 : Juni 2010
Penerbit                       : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Jumlah halaman           : 155 halaman
ISBN                           : 978-979-461-040-4
Peresensi                     : Zamrud Naura Orchida 


.
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak