Budaya Nyampah Mahasiswa FITK



Tumpukan sampah kardus di samping Auditorium 2 kampus 3 UIN Walisongo Semarang

“Sampah lebih buruk dari tinja.” – Eri Santosa
 
Semarang, EdukasiOnline-- Kamis siang (16/11) seorang perempuan bernama Anjar (18) duduk bersila di depan kelas D8, ia terlihat sedang kebingungan mengerjakan tugas listening dari dosennya. Beruntung mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) semester I Ini bersedia menjawab pertanyaan–pertanyaan yang diutarakan oleh tim redaksi LPM Edukasi terkait dengan sampah yang ada di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo Semarang. “Kotor,” jawabnya singkat. “Sampah daun kering memenuhi Taman,” imbuhnya lagi.

Selain sampah daun kering, ada faktor lain yang mengakibatkan lingkungan FITK terlihat kotor. Kesadaran mahasiswa terhadap kebersihan adalah salah satunya. “Anak – anak yang duduk di taman membuang sampah tidak pada tempatnya. Padahal, ada banyak tempat sampah di area taman, ujar Anjar lagi.

Tanggapan Petugas Kebersihan

Di ruang sempit bawah tangga gedung N, diantara kepulan asap rokok dan suara bising gerinda, tim redaksi berhasil mewawancarai petugas kebersihan, Rabu (15/11). Di sore yang sedikit mendung kami menghampiri bapak-bapak paruh baya Ruli, nama salah satu petugas kebersihan kampus.

“Menurut bapak, bagaimana kesadaran mahasiswa FITK terkait kebersihan?,

“Kesadaran minim, bahkan tidak ada. Makan di kelas, padahal itu tidak boleh. Dan yang jualan–jualan itu sampahnya menganggu,” ujar bapak berumur 40 tahun ini.

Meski sudah difasilitasi tempat sampah di sudut-sudut kampus, namun rupanya masih banyak mahasiswa FITK meninggalkan sampah yang diprodukasinya di tempat. Ada yang di kelas, di taman, atau di tempat duduk area kampus.

“Tempat sampah sudah ada, yang menjadi masalah adalah kesadaran mahasiswa saja,” keluh Ruli sambil mengeluarkan kepulan-kepulan asap rokok dari mulutnya.

Bagi Ruli, dengan tumbuhnya rasa kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan kampus akan sangat membantu pekerjaannya sebagai petugas kebersihan. “Saya terus berharap, mahasiswa ikut menjaga kebersihan kampus, itu saja,”.

Peran Bank Sampah Walisongo (BSW)

Bank Sampah Walisongo atau biasa disingkat BSW merupakan sebuah organisasi yang mewadahi pengelolaan sampah secara terintegrasi. Selain pengelolaan terhadap sampah, BSW juga berperan dalam memberikan ide, penawaran, serta solusi terhadap permasalahan sampah di wilayah kampus.

Eri Santosa, selaku ketua BSW menyatakan bahwa sosialisasi terkait dengan sampah maupun pengelolaannya sudah dilakukan bersama dengan teman-temannya di momen-momen tertentu. Kemudian melalui media sosial serta kerjasama dengan pihak lain seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Koperasi Mahasiswa (KOPMA). Kalau semisal KOPMA ada acara kita sosialisasi disana, sosialisasi kita sesuaikan dengan agenda-agenda yang ada, jelasnya.

Namun, hal tersebut rupanya belum memberikan pengaruh besar terhadap kesadaran mahasiswa dalam membuang sampah pada tempatnya. Apalagi dalam pengelolaan sampah yang ada.

Hari sudah semakin sore, sebelum sesi wawancara berakhir, mahasiswa jurusan Pendidikan Biologi (PB) semester IX ini kembali mengeluhkan bahwa tidak hanya di kampus, bahkan masyarakat secara umum juga masih buta dalam pengelolaan sampah secara baik. “Banyak diadakan program pembenahan Mandi Cuci Kakus (MCK) di desa–desa, namun belum ada program bagaimana mengelola sampah dengan baik. Padahal sampah lebih buruk dari tinja,pungkas Eri. (Edu_On/ Agung, Anam)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak