PBAK, Mahasiswa Baru dibekali Pendidikan Anti Korupsi




Semarang, EdukasiOnline-- Memasuki hari ketiga PBAK (23/08) kemarin, mahasiswa baru tiga fakultas UIN Walisongo semarang, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) dan Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) belajar mengenai pendidikan antikorupsi. Dalam materi ini dihadirkan Alexander Marwata , Wakil Ketua Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) sebagai pemateri. Dalam kesempatan ini Marwata, panggilannya, menyampaikan bahwa pendidikan antikorupsi sangat penting diajarkan.

Pasalnya, dia melanjutkan, masyarakat Indonesia minim akan pengetahuan korupsi, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saja sebagai Kota Pelajar survey membuktikan orang tua yang mengajarkan kejujuran hanya 5%, padahal pembentukan karakter sangat penting bagi anak. “ Hal ini menjadi bukti bahwa orang tua lebih khawatir nilai matematika anaknya mendapat 5 daripada disuruh mangantri,” keluh Marwan.

Selain itu, pria yang pernah belajar di Yogjakarta ini mengharapkan adanya pendidikan antikorupsi di setiap jenjang pendidikan. “ Harapan (dari) KPK, adanya pendidikan anti korupsi dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi mampu meningkatkan rasa integritas yang tinggi,” harapnya.
                                                      
Marwata melanjutkan bahwa penyebab dari tindakan korupsi adalah karena kerakusan dan kebutuhan. Bahkan, yang melakukan korupsi bukan orang-orang yang tidak beribadah, juga bukan orang-orang yang kekurangan dan juga bukan orang-orang yang minim pengetahuan. Mirisnya, lanjut lulusan dari STAN ini, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia  masih tinggi.  “ Indonesia tingkat korupsinya masih tinggi dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yaitu pada angka 37, sedang dilihat dari urutan negara 160 negara Indonesia masih dintara urutan 80 sampai 90 negara yang tertinggi tingkat korupsinya setara dengan negara Thailand dan Filipina,” jelas Marwan.

Dalam penjelasannya, Marwata juga menyinggung sistem lembaga pemerintahan di Indonesia dalam mengurusi data-data yang berbelit-belit. Dalam hal ini, dia menawarkan solusi untuk menanganinya, yaitu melalui sistem satu atap.  Jadi, ketika mengurus data-data yang diperlukan tidak harus bolak-balik ke kantor pemerintahan. “Di Indonesia harus diterapkan sistem satu atap, dimana sistem tersebut itu hanya memberi data penting saja, dan kembali saat surat-surat itu selesai. Hal ini seperti yang sudah diterapkan di Makasar,” tukasnya.

Terpisah, ketika ditanyakan redaksi mengenai bagaimana kita bisa mengetahui tindakan korupsi yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan, dia menjelaskan bahwa ketika ada pelaporan dari masyarakat soal tindakan korupsi, maka, dari KPK akan menindak lanjutinya. Namun ketika tidak ada pelaporan soal itu, maka KPK juga tidak ada tindakan. Misalnya saja ketika di UIN Walisongo terjadi tindakan korupsi.“ Selagi belum ada pengaduan yang dibuat dari masyarakat kampus maka lembaga itu dianggap aman dari korupsi,” pungkasnya disertai derai tawa. (Edu_On/Icha)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak