Ibn Tholkhah: Demo Merupakan Seruan Mencintai Buku

Ibn Tholkhah dalam acara Festival perdamaian tahun lalu (doc. Edu/ziz)
Semarang, EdukasiOnline –Siang tadi (17/05), saat terjadi demo dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional di UIN Walisongo. Abdullah ibn Tholkhah, salah seorang dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) angkat bicara dan mengapresiasi aksi tersebut. saat diwawancara oleh Kru LPM Edukasi, dosen seni di salah satu jurusan FITK ini mengatakan, aksi tersebut merupakan bentuk saling mengingatkan pentingnya literasi. “Demo ini merupakan seruan untuk mencintai buku, riset, dan penelitian. Sekaligus upaya saling mengingatkan antara mahasiswa, pemimpin, maupun dosen,” tuturnya.

Selain itu, dosen yang sering dipanggil Pak Tholkhah ini juga menegaskan bahwa kegiatan semacam ini seharusnya ada tindak lanjut. Menurutnya harus ada jalan yang realistis dan tidak sebatas orasi saja. “Karena kalau dibanding dengan perguruan tinggi lain, UIN mempunyai bekal literasi yang dinamis, tidak hanya membaca tapi ada keberanian berpikir secara kritis dan ini butuh keterlibatan semua pihak,” imbuhnya.

Karikaturnis ini juga memaparkan pendapat kawan-kawannya di luar kampus. “Ada kesaksian-kesaksian dari dosen tamu UNDIP dan Suara Merdeka yang pernah mengajar di sini mengatakan, betapa ruang-ruang kelas di UIN serasa hidup.” Tetapi dalam kesaksianya, beliau mengutarakan kurang adanya pencapaian yang struktural. Seperti halnya koleksi buku dalam perpustakaan. Hal lain yang tak luput disoroti yaitu penggalakan jurnal internasional.

Jalan menuju kesana

Memang untuk menuju kesana membutuhkan waktu. Namun harus dilakukan secepat mungkin, seperti di ruang kelas. “Saya mempunyai gagasan dari ruang kelas. Kegiatan perkuliahan harus menjadi kegiatan dialogis antara dosen dan mahasiswa tidak monologis, dan pendapat ilmiah harus dihargai.” Selain itu juga harus dibarengi adanya kantung-kantung literasi dari mahasiswa yang berupa kelompok studi. “Sehingga kedinamisan itu dapat terus berjalan,” kuatnya.

Beliau juga berpandangan bahwa senyeleneh apapun pendapat mahasiswa atau seseorang asal di barengi dengan referensi ilmiah tidak menjadi masalah. Selain itu, dosen juga jangan pernah merasa malu dalam menanggapi keunggulan mahasiswa. “Karena dalam pembelajaran yang dicari adalah pembelajaran ilmiah,” tegasnya.

Pada sesi wawancara terakhir kami, Ia mengungkapkan tiga harapan terkait literasi ini. “Harapan saya yang pertama, menggalakkan forum-forum ilmiah. Semua pendapat apapun harus dihargai juga menegakkan rasionalitas berpikir. Kedua, perpustakaan kampus harus selalu meng-update koleksinya sebagai rujukan mahasiswa.” Yang terakhir, ia menegaskan agar terus membudayakan berpikir kritis dan selalu mempertanyakan keadaaan. (Edu_On/ziz)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak